Powered By Blogger

Wednesday, August 09, 2006

PROLOG

Ada banyak peristiwa yang melintas dunia. Lintasan peristiwa itu dikepung oleh ruang dan waktu. Manusia bergegas menyongsongnya, untuk kemudian menyadari bahwa semua hanya menuju bayangan-bayangan hampa.

Air mata tumpah membanjiri bumi. Darah membasahi pelataran dunia. Peluh tak henti menetes. Tubuh meregang lelah dan manusia terpaku di sepanjang jejak kehidupannya. Manusia terlelap dalam tidur panjang dan nina-bobo pentas-pentas fatamorgana. Manusia terjebak dalam kegelisahan. Manusia sibuk mendaftar keinginan yang tak berkesudahan. Berkompetisi saling mengalahkan. Berjibaku memperebutkan kue kepentingan di meja makan. Manusia menyerah pasrah, didikte dan bahkan bertekuk lutut dengan sukarela dihadapan raksasa-raksasa global.

Di pusaran ruang-waktu, jutaan makhluk beraneka --kecuali manusia - mendendangkan lantunan surgawi. Sedikit manusia terpana dan memilih berjalan dalam sunyi. Hatinya terbang, duduk bersimpuh meski sekitar tenggelam dalam pingsan dunia. Jiwanya melayang ke cakrawala.


Sejarah berulang, sejarah meregang. Sejarah juga menorehkan kisah nyata sebagai pertanda. Sedikit manusia menengok sejarah, sehingga lupa bekal hidupnya. Sedikit manusia gandrung ziarah, sebagai cara menghikmati sejarah.

Manusia desa dan kota dikurung gelisah. Manusia modern dan juga kuno dilanda jiwa yang kering. Jiwa memanggil-manggil untuk dihinggapi cahaya. Padahal, cahaya telah hinggap sejak awal mula. Ironisnya, jutaan manusia memilih cermin gelap untuk kehidupan yang dijalaninya. Agama dan kitab suci dicampakkan. Tuhan yang sesungguhnya disembah dengan penuh kepura-puraan. Tuhan kecil dan palsu yang bertebaran di seluruh pojok dan layar kaca disongsong dengan sukacita. Orang bijaksana ditinggalkan, lantas bergegas dalam kerumunan.

Pun demikian, Ia, tetap membuka lebar ruang cinta. Dan menaburkan rakhmat untuk kembali kedalam pelukan-Nya. Petunjuk hanya hanya datang kepada yang mencarinya. Ke-mengerti-an hanya menghampiri pada yaang bermaksud memahaminya. Hati keras menggumpal, menutup cahaya. Hati lembut dapat memancarkan cahaya. Dan.....akhirnya puisi, sastra juga seni adalah media melembutkan hati.

Selamat menikmati,
Ottawa, August/09/06

No comments: