Powered By Blogger

Thursday, August 17, 2006

MERDEKA DALAM TANYA

Silam, tak ada negara
apalagi Indonesia
tiada dikitab suci, juga agama
menuliskan negara
apalagi Indonesia
kini, betapa penting ia

Masa lalu, hanya ada raja dan punggawa
Majapahit dan nusantara namanya
Soekarno-Hatta memanggulnya
mengereknya ke udara
memecah angkasa
Jadilah Indonesia Raya

Dahulu,
darah, nyawa, airmata bahkan harta
disetor agar merdeka
penjajahan sirna
usai terlaksana, rakyat sukacita
namun, sekejap saja
penjajah mengganti wajahnya

Sang kala,
rakyat masih berduka
merdeka dalam semu belaka
rakyat dalam nestapa
dibajak pemimpin-nya
rakyat mulai murka
hidupnya terpenjara
rakyat sedikit bahagia
disajikan menu demokrasi namanya
rakyat menyongsong suka
telah ada sedikit cahaya

Di muara waktunya,
rakyat sungguh ceria
karena mereka bersandar
hanya pada-Nya
meski kadang berkata
inikah, merdeka dalam tanya?

-------
'rif di DC, smoga tetap ceria

Tuesday, August 15, 2006

'NANDA

'Nanda,
engkau adalah tuan guru
ajarkan dunia yang tak slalu biru
tangismu, cermin diriku yang lalu
rangkakmu, ke-tidakberdayaan-ku

'Nanda,
engkau ajarkan butiran hikmah
cahaya matamu, adalah berkah
gelak senyummu, fitrah
aku berdoa
moga engkau tak menjadi fitnah

'Nanda,
duniamu kini, berbeda
engkau dikepung oleh berhala aneka rupa
bahkan, berhala itu hadir di rumah kita
melalui layar-layar kaca
engkau dikepung oleh bayangan
hampa nan nyata
aku berdoa
moga engkau tak celaka

'Nanda
duniamu kini, ringkih
tapi seolah gagah
kebusukan ragam wajah
kejahatan disembunyikan selimut merah
tapi anakku
kuharap hidupmu
duduk bersimpuh, hatimu diam
dan senantiasa memunguti hikmah
di cakrawala

--------
tuk teman dan saudara (!)

Monday, August 14, 2006

BUNDA

Bunda, Justru
ketika engkau ada, aku tiada
ketika cintamu hadir, aku sirna
ketika dekat, aku jauh
dan, akhirnya kusadari
ketika jauh, justru engkau
sangat dekat

Bunda, justru
saat kata semburat, aku lari
airmatamu turun, aku tertawa
wajah khawatir, aku lupa
dan akhirnya, kuinsafi
ketika jauh, bahwa kasihmu
tak terbatas

Bunda, ijinkan
sekarang saatnya juga
mencium punggung tanganmu
kudekat erat wangi tubuhmu
kusapu airmatamu
kurengkuh hatimu dengan bahagia nan cinta

Bunda, dengan penuh asmara
kulantunkan doa
Moga Ia mengasihimu
sama dan serupa dengan kasihmu kepadaku
saat tersimpan dalam rahim
hingga beranjak dewasa

-------
tuk ia di ujung dunia

ANTARA IA DAN TIADA

ia melintas cepat, sekerdipan mata
kehadiranny amat singkat, tapi terasa
sorot mata tajam, membuka khilaf lama
kata-katanya menggugat, membongkar rahasia

luka lama, ditampakkannya
nestapa, dirajutnya
derita, dihikmatinya
sesal, dihiburnya
kesadaran, tujuannya

wajahnya memancarkan cahaya
usapan tangannya menghadirkan tanya
'apakah tujuan hidupmu?' katanya
lidahku kelu, hati bergolak dibuatnya
belajar mencari jawabannya

ia, antara ada dan tiada
hinggap di jiwa dengan ukiran sama
sifatnya abadi yakni cahaya
meski badannya ditelan dunia
seuntai doa, dilantunkan untuknya

-----------
special for 'Ki Pengelana', dimanakah ia?

TENTANG "NEGARA"

Saudaraku,
kutulis surat ini dari pojok dunia, ketika udara musim gugur mulai tiba. Hati dan fikiran melayang, membanding-banding sejarah dan kekinian. Sebagian besar menjadi pertanda. Ada banyak yang kutemu, tapi sedikit yang kuragu. Selebihnya, hilang ditelan waktu. Kali ini, Ijinkan aku bercerita kepadamu tentang "negara"

Saudaraku,
Tentu saja, dahulu manusia tak mengenal istilah 'negara' sebagaimana yang kita kenal saat ini. Masyarakat suku, nomaden, kekaisaran, kerajaan, dan nation-state, datang silih berganti. Tapi, sesungguhnya muaranya adalah kepentingan dan perebutan wilayah. Juga, dibumbui oleh identitas ethnics, suku, ras, agama dan kelompok-kelompok berdasarkan kepentingan bersama.

Yang tidak kumengerti adalah semua peristiwa itu ditandai oleh penyetoran nyawa, darah, air mata dan kerugian lain yang tiada terperi. Yang tidak kumengerti adalah 'kenapa untuk itu semua manusia rela menyetor jutaan nyawa'. Dan manusia modern, ironisnya, tak pernah belajar dari sejarah dan selalu mengulang-ngulang kebodohannya dengan merusak dunia-nya sendiri. Mengapa 'transaksi kepentingan dunia disegala lapisan' harus dilakukan dengan menyabung nyawa, menumpahkan darah dan airmata.

Saudaraku,
Jika engkau sempat, berkelanalah ke seantero dunia. Dunia kini memudahkan manusia untuk berkelana tanpa harus meninggalkan tempat duduknya. Apalagi jika engkau mendayagunakan panca-inderamu dengan kemampuan maksimal, plus kombinasi pikiran dan kalbu-mu akan menghantar engkau ke yang sejati itu.

Manusia bertarung habis-habisan di daratan eropa memperebutkan sejumput wilayah. Ironisnya, ingatan pendek sirna, dan tersadar untuk kemudian berusaha menata kembali menjadi satu eropa. Kawasan Balkan, sebagian Asia, hampir semua Afrika mengikuti sejarah, bercerai porak poranda. Dan dimasa datang, mencoba bersatu kembali.

Saudaraku,
Dunia, sering dikapling seenaknya seolah milik nenek-moyangnya. Dan manusia terkubur didalamnya.Tapi, itulah realita agar kita bisa meng-hikmati-nya dan tidak larut didalamnya.
Sejarah dan realitas negara kini adalah menu di meja makan kita, tapi kita punya akal dan kalbu untuk 'mengolahnya'. Hingga kita dapat memilih untuk tidak tenggelam dalam 'kegelapan' dan lari ke 'cahaya'.

Friday, August 11, 2006

Pernik Dunia

Jutaan manusia,
lari bergegas
menerjang ruang
pojok-pojok dunia
dan akhirnya lelah lunglai
terkapar

Jutaan manusia,
berjalan cepat
menembus waktu
tak pernah kembali
dan akhirnya lemah
tak berdaya

jutaan manusia,
tidur lelap
hilang sia-sia
di pentas dunia
dan akhirnya insaf
diujung hidupnya

jutaan manusia
mungkin diam
tak terjebak ruang-waktu
sadar, dunia sekejapan mata
dan pernak-pernik semata
untuk akhirnya
sibuk mencari bekal
kembali kepada-Nya
------

pimlico-night, 3.27am
08/11/06

Thursday, August 10, 2006

Temankah Ia?

adakah teman, abadi
tak menyimpan luka
tak melahirkan duka
tak memiliki prasangka
tak membuat kecewa

adakah teman, kekal
slalu membasuh luka
acapkali menghibur duka
senantiasa berusaha menghilangkan prasangka
juga menebar bahagia

adakah teman, selamanya
memberi ruang cinta
mengulurkan tangan
memeluk dalam dekapan
menentramkan jiwa
dan tempat gundah-gulana

Teman sejati,
hanyalah Dia semata
tak tergantikan
meski
tak bisa ditangkap oleh panca indera
bukankah, apapun tak bisa menyerupai-Nya
-------

parkdale 11.42 am
08/10/06

Wednesday, August 09, 2006

Libanon

Darah tumpah,
air mata membuncah
rentetan peluru muntah
gelegar gedung ambruk, roboh

Pagi mendendam
siang mengeram
sore mencekam
malam mendekam

langit pecah
nafsu pecah
merobek sejumput wilayah

Ottawa, 01.25 - August/10/06

PROLOG

Ada banyak peristiwa yang melintas dunia. Lintasan peristiwa itu dikepung oleh ruang dan waktu. Manusia bergegas menyongsongnya, untuk kemudian menyadari bahwa semua hanya menuju bayangan-bayangan hampa.

Air mata tumpah membanjiri bumi. Darah membasahi pelataran dunia. Peluh tak henti menetes. Tubuh meregang lelah dan manusia terpaku di sepanjang jejak kehidupannya. Manusia terlelap dalam tidur panjang dan nina-bobo pentas-pentas fatamorgana. Manusia terjebak dalam kegelisahan. Manusia sibuk mendaftar keinginan yang tak berkesudahan. Berkompetisi saling mengalahkan. Berjibaku memperebutkan kue kepentingan di meja makan. Manusia menyerah pasrah, didikte dan bahkan bertekuk lutut dengan sukarela dihadapan raksasa-raksasa global.

Di pusaran ruang-waktu, jutaan makhluk beraneka --kecuali manusia - mendendangkan lantunan surgawi. Sedikit manusia terpana dan memilih berjalan dalam sunyi. Hatinya terbang, duduk bersimpuh meski sekitar tenggelam dalam pingsan dunia. Jiwanya melayang ke cakrawala.


Sejarah berulang, sejarah meregang. Sejarah juga menorehkan kisah nyata sebagai pertanda. Sedikit manusia menengok sejarah, sehingga lupa bekal hidupnya. Sedikit manusia gandrung ziarah, sebagai cara menghikmati sejarah.

Manusia desa dan kota dikurung gelisah. Manusia modern dan juga kuno dilanda jiwa yang kering. Jiwa memanggil-manggil untuk dihinggapi cahaya. Padahal, cahaya telah hinggap sejak awal mula. Ironisnya, jutaan manusia memilih cermin gelap untuk kehidupan yang dijalaninya. Agama dan kitab suci dicampakkan. Tuhan yang sesungguhnya disembah dengan penuh kepura-puraan. Tuhan kecil dan palsu yang bertebaran di seluruh pojok dan layar kaca disongsong dengan sukacita. Orang bijaksana ditinggalkan, lantas bergegas dalam kerumunan.

Pun demikian, Ia, tetap membuka lebar ruang cinta. Dan menaburkan rakhmat untuk kembali kedalam pelukan-Nya. Petunjuk hanya hanya datang kepada yang mencarinya. Ke-mengerti-an hanya menghampiri pada yaang bermaksud memahaminya. Hati keras menggumpal, menutup cahaya. Hati lembut dapat memancarkan cahaya. Dan.....akhirnya puisi, sastra juga seni adalah media melembutkan hati.

Selamat menikmati,
Ottawa, August/09/06