Powered By Blogger

Tuesday, April 17, 2007

DUKA: Dari Broadway ke Virginia Tech.

Jalanan itu ramai, meski hujan
tertumpah dari langit
Lautan manusia
dengan ujung payung dikepalanya
di tepian Broadway
hidup seperti tiada duka

Jalanan itu ramai, meski hujan
keramaian berganti duka
air mata mengalir deras
bumi berkabung menyampaikan duka
di tepian Virginia Tech
hidup diselimuti duka

kulit berbeda
keyakinan beragam
politik perkubuan
identitas diagungkan
perang tanding global
kepentingan bertabrakan
Tetapi,
di Virginia Tech
Duka mengalahkan segalanya
lautan manusia
mengibarkan bendera duka
tidak hanya disana
tapi duka juga terasa
di dalam dada

Ditepian Broadway
Keramaian semu
Duka yang ada

Pelataran Manhattan, 17/04/07

------------
"Ijinkan kuucapkan: belasungkawa! Duka dan kesedihanmu dukaku jua"

Thursday, April 12, 2007

"MATEMATIKA ILLAHIAH TUKUL"

Hidup dan kehidupan sering menghadirkan kejutan-kejutan. Kadang-kadang, untuk menyederhanakan persoalan maka sebagian orang menyebutnya dengan singkat saja. Itulah yang namanya kebetulan. Siapa yang akan menyangka bahwa istri atau suami salah satu sahabat, teman, atau kerabat adalah bukan siapa-siapa dalam lintasan hidupnya. Tiba-tiba saja, tersadar, keduanya telah disatukan dalam pelaminan. Menghadirkan anak-anak yang lucu.

Dilain waktu, orang tersadar telah berada pada satu waktu, satu tempat atau ruang dengan posisi, status atau kedudukan sosial tertentu. Padahal sebelumnya, segala hal itu tak pernah sedikitpun terbayangkan bahkan beberapa diantaranya agak-agak takut membayangkannya. Tapi, kehidupan menghadirkannya dengan sangat menakjubkan. Sayangnya, sebagian besar orang terlelap dan luput merenungkannya.

Tukul arwana adalah ilustrasi menarik dari kejutan kehidupan. Bagi sementara orang, terutama yang menjadi penganut matematika dunia alias hitungan diatas kertas. Orang hanya akan yang bisa "berhasil' dalam hidupnya, jika ia pintar. Lambang yang paling ironis sering dijadikan pegangan adalah 'selesainya' atau tertibnya pendidikan yang dilaluinya. Tukul Arwana -- dengan ijin Maha Kuasa -- membantah matematika dunia. Matematika Illahiah berfungsi maksimal kepada Tukul Arwana. dengan gelar pendidikan terbatas, Tukul menerobos sekat kehidupan dan oleh Tuhan dipinjami 'keberhasilan'.

Tentu saja, saya tak hendak mengatakan bahwa jika ingin berhasil tirulah Tukul dengan tidak menyelesaikan sekolahnya. Saya juga tak hendak mengatakan bahwa pendidikan tidak penting, karena Tukul pun tak perlu sekolah jika hanya ingin 'berhasil'. Setiap orang memiliki 'jalur khusus' keberhasilan. Setiap orang -- sadar atau tidak -- dihadirkan oleh Tuhan kesempatan-kesempatan. Ditengah-tengah itu, Tuhan menghadirkan juga baka-bakat, potensi-potensi dan selera plus bumbu nikmat bernama kehendak atau cita-cita. Nah, misteri besar manusia adalah kelambatan dalam menggali potensi-potensi bakat itu. Bakat juga tidak akan tumbuh subur menuju keberhasilan, karena ada metabolisme sistem eksternal yang mengepungnya. Bukankah pohon atau tanaman yang baik belum tentu tumbuh sehat jika dipendam dalam tanha yang tidak tepat. Belum lagi, jika ada serangan hama.

Nah, keberhasilan seorang Tukul Arwana bisa disebabkan beberapa hal. Pertama, Tukul setia menggali potensi dirinya. Bakat melawak yang ada dalam darahnya telah disadarinya betul sehingga ia asah dengan bergabung bersama kelompok-kelompok lawat. Tetapi, kedua, kelompok lawak itu tak pernah bisa mengangkat posisi Tukul. Ketiga, momentum datang karena industri TV swasta membutuhkan program. Dan Tukul mendapat 'rejeki dari arah yang tidak disangka' menjadi Host acara "Empat MAta". Bahkan, tukul pun tak pernah membayangkan bahwa ia akan menjadi host dari sebuah acara talkshow. Ia tak punya bayangkan akan menjadi seorang Host tekenal seperti Ebet Kadarusman, Eko Patrio, atau Farhan. Bayang Tukul adalah hanya menjadi pelawak hebat seperti Gepeng dari Srimulat, leysus, Topan atau paling top cuma seperti Warkop dan Bagito. Tapi, matematika Illahiah berbeda dengan matematika Tukul atau matematika manusia sejagat. Peruntungan dan keberhasilan Tukul bukan dalam dunia lawak, tapi dunia talkshow.
Selanjutnya, menarik memperhatikan kelanjutan kisah hidup tukul babak berikutnya. Terus terang saja, ibarat petinju, dalam mengarungi ronde-ronde kehidupannya, tukul baru melewati sepertiga kehidupannya. dan Tuhan mungkin telah siap dengan kejutan-kejutan selanjutnya. Yang tidak boleh lupa adalah, manusia belajar menarik hikmah dari seorang tukul, sambil perlahan-lahan menengok sisi terdalama hidupnya sendiri. Merenungkan dari mana awalnya, dimana sesungguhnya pada masa silam, bagaimana kini, dan kemana arah kehidupan selanjutnya...........

Dan yang pasti, bersiaplah dengan berbagai kejutan kehidupan yang bersumber pada matematika Illahiah, sambil terus berpijak pada matematika dunia.

Wednesday, April 11, 2007

"Family"

Jika saja dunia mampu bercerita, atau menuliskan sejarahnya. Hasilnya adalah ironi. Peradaban adalah ironi. Sejarah adalah ironi. Pertengkarana atau peperangan juga ironi. Bahkan urusan berumah-tangga, jika tak bisa memahami ilmunya juga akan menjadi ironi. Bangunan keluarga tau family juga bisa menjadi ironi.

Saksikan saja, manusia memadu kasih. Melewati ruang dan waktu bersama. Berjanji sehidupu-semati ketika cinta masih berkobar. Tersenyum di pelaminan. Menghabiskan bulan-bulan mudah yang singkat. Tetapi, tiba-tiba saji kasih menjadi hilang. Cinta tertelan kejenuhan. Meletup pertengkaran, untuk kemudian berujung kepada perceraian. Dimanakah cinta mereka ketika amarah menorehkan luka dan kebencian dan bermuara kepada perpisahan?

Keluarga, jika tak memahami secara benar, bisa menjadi misteri. Manusia seperti sombong telah memahami pasangan hidupnya. Ketika usai pernikahan, manusia seolah terkaget-kaget dengan fenomena asing dari setiap pasangannya. Manusia kaget karena sering tak bisa menerima kekurangan pasangannya. Manusia kaget dan meminta berlebihan pengertian dan kesabaran pasangannya. Tetapi, jarang, merenungkan untuk belajar memahami kehendak dan keinginan pasangannya. Ironis bukan. Jika ini terus diawetkan dalam hubungan keluarga, maka bersiaplah menyongsong 'prahara keluarga'. Alih-alih meraih keluarga sakinah, malah sebaliknya yang diperoleh.

Manusia berduyun-duyun menuju pelaminan. Dengan ilmu kosong tanpa nilai dan pemahaman. Manusia menjadikan 'family' sebuah rutinitas alamiah peradaban. Manusia menjadikan rumah tangga seperti pabrik-pabrik lahirnya manusia baru. Tanpa nilai-nilai untuk apa sesungguhnya keluarga dibangun. Inikah ironi zaman?

Thursday, April 05, 2007

Mencari Dia

kutengok waktu
cepat sirna

kutengok ruang
sempit terbatas

kupandang langit
seperti dekat

Kuhela nafas
ada batas

akhirnya
kududuk
kusujud
kuhikmati cakrawala
kucari Dia
ternyata terselip di diri
tersembunyi di bilik hati